SKRIPSI HKI
Batas Usia Perkawinan (Studi Perbandingan Antara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2004 Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 mengundang sejumlah tanya, karena pertimbangan hakim berubah kontras jika dibandingkan dengan putusan sebelumnya yakni dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2014. Dalam putusan Nomor 30-74/PUU-XII/2014 putusan permohonan menaikkan batas usia perkawinan ditolak sedangkan dalam putusan Nomor 22/PUU-XV/2017 dikabulkan sebagian yaitu dengan menetapkan bahwa Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada frasa “usia 16 (enam belas) tahun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder, karena penelitian hukum normatif sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan) yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan studi kepustakaan sedangkan dalam menganalisis data dengan menggunakan tiga teknik analisa data yakni deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Teori yang digunakan adalah teori pengujian undang-undang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: dasar pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2014 Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi karena dalil permohonan para pemohon tidak beralasan dan tidak ada jaminan bahwa dengan menaikkan batas usia perkawinan dapat menekan permasalahan mengenai pernikahan dini, kesehatan sosial, budaya maupun ekonomi. Sedangkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian dengan pertimbangan bahwa Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 bersifat diskriminatif dan berpotensi melanggar hak-hak konstitusional anak perempuan yang bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Selain itu Mahkamah Konstitusi memberikan jangka waktu 3 tahun sejak dibacakannya putusan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan. Perbedaan hasil putusan ini begitu kontras karena tuntutannya berbeda. Sehingga hakim tidak memutuskan di luar yang dituntut.
20SK2011024.00 | SK HKI 20.024 SAF b | My Library (lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain