SKRIPSI HKI
Pandangan Muhammad Quraish Shihab Tentang Pernikahan Beda Agama Antara Pria Muslim Dengan Wanita Ahl Al-Kitab
Dalam pembahasan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
integratif deskriptif analisis yaitu kajian penelitian yang menggunakan cara pandang
dan atau cara analisis yang menyatu dan terpadu. Integratif dalam hal ini adalah
mengaitkan serta menafsirkan antara ayat-ayat Al-Qur’an dan temuan pikiran
manusia yang saling terkait dengan pembahasan, yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dari kumpulan data yang menggambarkan tentang seputar
pernikahan beda agama.
Berdasarkan analisa dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
menurut Muhammad Quraish Shihab, seorang pria Muslim dibolehkan menikah
dengan wanita Ahl Al-Kitab dengan merujuk kepada Q.S. Al-Ma’idah ayat 5.
Kebolehan ini menurutnya adalah sebagai jalan keluar kebutuhan mendesak ketika
itu, dimana kaum muslim sering bepergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu
kembali kepada keluarga mereka, dan sekaligus juga untuk tujuan dakwah. Selain
itu, kebolehan kebolehan itu adalah bentuk toleransi Islam kepada agama Ahl Al-
Kitab dalam bentuk pernikahan, karena pria muslim mengakui kenabian Isa yang
dituhankan oleh Ahl Al-Kitab. Walaupun membolehkan, tetapi tetap ada
kekhawatiran dalam dirinya terhadap keberlangsungan dari pernikahan ini. Quraish
menyebutkan bahwa jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya dan bahkan
tingkat pendidikan pun tidak jarang menimbulkan kesalahpahaman,
ketidakharmonisan dan kegagalan pernikahan. Kalau ini kemudian terjadi, tentunya
tidak sesuai dengan tujuan pernikahan itu sendiri, yaitu menciptakan keluarga yang
sakinah. Istinbat hukum Muhammad Quraish Shihab yang membolehkan laki-laki
muslim menikah dengan wanita Ahl Al-Kitab ialah dengan merujuk kepada huruf
waw ‘ataf, dapat disimpulkan bahwa memang ada perbedaan antara Ahl Al-Kitab dan
musyrik, karena fungsi waw ‘ataf itu untuk menghimpun dua hal yang berbeda.
Konsekuensi dari keterangan ini ialah setiap perbuatan syirik tidak menjadikan
secara langsung pelakunya disebut musyrik. Karena pada kenyataannya, Yahudi dan
Nasrani telah melakukan perbuatan-perbuatan syirik, namun Allah tidak menyebut
dan memanggil mereka sebagai musyrik, tetapi dengan panggilan Ahl Al-Kitab.
19SK1911067.00 | SK HKI 19.067 MER p | My Library (Lantai 3 Referensi dan Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain