TESIS HKI
Perkawinan Homoseksual dalam Tinjauan Maqashidus Syariah
Wacana perkawinan homoseksual mengemuka di Indonesia setelah beberapa negara mengaturnya dalam legislasi negara mereka dan, terlebih lagi, setelah wacana tersebut dipropagandakan dalam agenda advokasi ‘perkawinan setara’ oleh para pegiat pro homoseksual. Pembahasan perkawinan homoseksual di Indonesia menemui permasalahan yang rumit. Penyebabnya adalah pembahasan tersebut telah memberi benturan antara Agama, Hukum Nasional, dan Hak Asasi Manusia. Salah satu solusinya adalah bahwa pembahasan tersebut harus dibawa ke ranah filsafat. Langkah ini diharapkan berguna dalam pengembangan hukum di Indonesia, khususnya dalam mencari penegasan hukum perkawinan homoseksual dari pasal-pasal yang sebagian dinilai masih ambigu.
Penelitian ini akan menjawab pertanyaan mengenai tinjauan Maqashidus Syari’ah terhadap perkawinan homoseksual. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Yuridis-Filosofis, yang memfokuskan pada pembahasan tentang hal-hal filosofis yang mendasari pola yuridis. Kajian dilaksanakan secara kepustakaan (library reseach). Analisis dan pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif, dimana data-data yang diperoleh dipaparkan dan selanjutnya diinterpretasi dan dianalisis. Dengan demikian Perspektif Maqāshidus Syarī’ah dijelaskan melalui deskripsi secara mendalam dan komprehensip baik tentang konsep maupun penerapannya.
Penelitian ini menemukan bahwa syariat Islam secara tegas melarang homoseksual. Alasan keharaman Homoseksual disebut dengan jelas dalam teks suci sebagai perbuatan keji (fākhisyah). Tujuan melarang kekejian sebagaimana tercermin dalam illat (alasan) wujud teks tersebut karena syariat Islam berkepentingan untuk melindungi jiwa manusia (Hifẓun Nafs) dan keturunannya (Hifẓun Nasl).
Kejelasan dan ketegasan petunjuk yang ada pada teks suci yang melarang homoseksual ditemukan dalam bentuk kalimat berita (mathlūb khabarī) dan kalimat yang diulang-ulang. Pengulangan ini menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap keburukan perilaku homoseksual. Karena sudah jelas (sharih) dan tegas (qoth’i) maka petunjuk-petunjuk tidak dimungkinkan bersifat distortif dan reduktif, termasuk petunjuk yang terkait dengan pelarangan terhadap homoseksualitas. Dengan demikian tidak ada lagi ruang ijtihad dalam persoalan perkawinan homoseksual. Sebagai konsekuensinya, kita sebabikanya hanya bisa mengikuti sebagaimana kehendak syari’at tersebut dengan penuh ketundukan.
19TS1951003.00 | TS Pps.HKI 19.003 ZUR p | My Library (Lantai 3 Referensi dan Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain