SKRIPSI HKI
Darurat Sebagai Syarat Dalam Poligami Menurut Al-Maraghi Dan Relevansinya Dengan Undang - Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Dari sekian banyak pendapat ulama mengenai poligami Ahmad Musthafa al-Maraghi muncul dengan pandangan lain, Menurutnya, poligami merupakan sesuatu yang dibolehkan oleh Allah. Bolehnya poligami menurut beliau dalam kondisi yang sangat darurat yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkannya. Dimana darurat adalah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia kuatir akan terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta dan yang bertalian dengannya. Dengan keadaan darurat poligami dilakukan untuk jalan kemaslahatan agar terhindar dari hal-hal yang lebih menyimpang dari norma Agama. Di Indonesia poligami diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada Pasal 3 sampai 5. Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 menjelaskan bahwa Hakim hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan berpoligami jika memenuhi syarat-syarat poligami yang tercantum dalam Undang-undang.
Penelitian ini adalah Penelitian Yuridis Normatif. Sumber data yang digunakan penelitian ini yaitu sumber data sekunder yang meliputi: bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dalam penelitian ini menggunakan sifat analisis preskriptif, dimana sifat analisis ini dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keadaan darurat yang dimaksud Al-Maraghi adalah kondisi-kondisi dimana poligami dilakukan untuk jalan kemaslahatan : 1. Bila seorang suami beristrikan seorang wanita mandul 2. Bila istri telah mencapai masa menopause kemudian sang suami berkeinginan mempunyai anak lagi 3. Bila sang suami tidak cukup hanya mempunyai seorang istri karena, istri sakit atau mengidap kelainan demi terpeliharanya kehormatan diri (agar tidak berzina). Kemudian relevansinya dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terletak pada pasal 4 ayat 2 bahwa Pengadilan hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Keduanya bermaksud mempersulit dan memperketat syarat poligami di mana tujuan yang ingin dicapai adalah poligami menjadi jalan kemaslahatan.
18SK1811054.00 | SK HKI 18.054 KUS d | My Library (lantai 3, Karya Ilmiah) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain