SKRIPSI AS/HK
Pandangan Imam Abu Hanifah Dan Imam Malik Tentang Shighat Dalam Akad Nikah
Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sakral bagi manusia, salah
satu unsur yang terpenting dalam pernikahan yaitu sighat dalam akad nikah.
Panggunaan sighat haruslah benar karena untuk keabsahan pernikahan. Kemudian
dalam masalah ini terdapat permasalahan yang penulis teliti dalam sebuah skripsi
yang mengambil perspektif menurut pendangan Imam Abu Hanifah dan Imam
Malik yang keduanya terdapat pendapat yang sama yaitu membolehkan
penggunaan kata-kata selain nikah dan tazwij seperti kata tamlik, hibah, dan jual
beli. Namun pada penelitian ini penulis lebih mengkhususkan untuk meneliti pada
sebab-sebab sosial-politik antara Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang
mempunyai tipologi yang berbeda dalam beristimbat namun mempuyai
persamaan pendapat dalam masalah ini.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan, dengan pendekatan kualitatif - normatif, dan bersifat deskriptif
serta metode analisis yang digunakan adalah analisis data. Analisis data pada
penelitian ini dilakukan secara deduktif.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan, Imam Abu Hanifah dan Imam
Malik melakukan istimbat hukum dalam akad nikah yang hasilnya membolehkan
dalam akad nikah menggunakan kata-kata selain kata tazwij dan nikah seperti
kata-kata shodaqah, hibah, dan tamlik. Dan keduanya juga mengharuskan adanya
maksud dan tujuan bahwa penggunaan kata-kata tersebut adalah untuk menikah.
Ada perbedaan istimbat hukum yang menjadi tipologi Imam Abu Hanifah
dan Imam Malik dalam akad nikah ini yaitu Imam Abu Hanifah dalam
istimbatnya lebih menggunakan rasio (ahlu al-ra’yu) yang hal ini dipengaruhi
oleh faktor sosialnya karena beliau tinggal di Irak yang sedikit peredaran hadisthadist
Nabi SAW dan jika ada haditspun biasanya ada sarat dengan muatan
politik, hal inilah yang menjadikan Imam Abu Hanifah sangat selektif dalam
penggunaan hadist-hadist Nabi SAW. Sedangkan Imam Malik dalam istimbatnya
lebih dominan dalam menggunakan hadist-hadist Nabi SAW (ahlu al-Hadist)
karena yang tinggal di Madinah yang banyak sekali peredaran hadist-hadits Nabi
SAW.
Hasil istimbatnya meskipun sama tetapi ada perbedaan antara keduanya,
yaitu menurut Imam Malik dalam penggunaan kata-kata selain tazwij dan nikah
dalam akad nikah juga harus disertai menyebut kan mahar atau mas kawin.
Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang tidak mengharuskan menyebutkan
mahar atau mas kawinnya, yang terpenting adanya niat dan maksud bahwa yang
dilakukan itu adalah untuk melakukan pernikahan
16SK1611034.00 | SK HKI 16.034 ZAM p | My Library (Lantai 3 Skripsi) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain