SKRIPSI AS/HK
Menghadap Kiblat Dalam Sholat (Studi Komparatif Qoul Al-Fuqoha)
Dari sini, banyak ulama’ yang mengatakan kiblat penduduk Indonesia tidak harus lurus persis (Ainul Ka’bah), namun masih saja terdapat masjid yang dirubah shofnya. Oleh karenanya penulis bermaksud memperoleh jawaban yang akurat dari masalah di atas, apakah shaf masjid-masjid tersebut harus diubah karena khawatir jika tidak diubah shalatnya tidak sah. ataukah cukup seperti semula tanpa adanya perubahan dan sholatnya tetap sah. Maka penulis dalam hal ini bermaksud mencari jawaban atas problematika tersebut dengan mengambil judul penelitian MENGHADAP KIBLAT DALAM SHOLAT (Studi Komparatif Qoul Al-Fuqoha’). Diharapkan, penulis dapat mengupas sumber perbedaan fuqoha’ yang kemudian mencari pendapat yang lebih relevan sebagai pijakan hukum, sehingga menemukan jalan yang lebih maslahat bagi ummat.
Dengan demikian menimbulkan berbagai pertanyaan. Bagaimanakah cara menyikapi berbedaan qoul fuqoha’, apakah argumentasi fuqoha’ tentang kewajiban menghadap kiblat dalam sholat, dan seperti apakah analisis komparatif qoul fuqoha’ tentang menghadap kiblat dalam sholat.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, dengan pendekatan kualitatif, sedangkan kegunaannya adalah teoritis dan praktis, dan metode pengumpulan datanya deduktif kemudian disusul induktif.
Kemudian menghasilkan beberapa jawaban. Pertama, Para ulama madzhab sepakat bahwa orang yang melihat bangunan Ka’bah secara langsung dalam shalatnya dia wajib menghadap ke bangunan Ka’bah. Karenanya orang yang shalat dan dia melihat bangunan Ka’bah namun tidak menghadap ke bangunan Ka’bah, shalatnya tidak sah. Sedangkan orang yang shalat dan tidak melihat bangunan Ka’bah para ulama madzhab terjadi perbedaan pendapat, adapun pendapat itu adalah : Manyoritas Madzhab Hanafi berpendapat bahwa yang wajib baginya adalah menghadap pada arah Ka’bah, Sedangkan bagi sebagian ulama Hanafi berpendapat bahwa yang wajib adalah menghadap dengan mengenahi bangunan Ka’bah. Manyoritas Madzhab Maliki berpendapat bahwa yang wajib bagi orang tersebut adalah menghadap ke arah Ka’bah. Adapun Madzhab Syafi’i, sebagian diantaranya ada yang berpendapat bahwa yang wajib adalah menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul Ka’bah), sedangkan manyoritas dari mereka berpendapat bahwa yang wajib adalah menghadap pada arah Ka’bah (jihatul Ka’bah). Sementara manyoritas Madzhab Hanbali berpendapat bahwa yang wajib adalah menghadap pada arah Ka’bah (jihatul Ka’bah). Kedua, Setelah menganalisa berbagai pendapat dan sumber pengambilan hukum ulama madzhab tentang menghadap kiblat seseorang dalam melakukan shalat, sedang orang tersebut tidak melihat atau jauh dari Ka’bah, maka pendapat yang paling rajih adalah shalat dengan menghadap pada arah Ka’bah (Jihatul Ka’bah) bukan pada bangunan Ka’bah (ainul Ka’bah).
16SK1611013.00 | SK HKI 16.013 SYA m | My Library (Lantai 3 Skripsi) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain