SKRIPSI IAT
Penggunaan Hadis Dha'if Untuk Fadhail Al A'Mal Dalam Pandangan Tokoh Muhammadiyah Kota Pekalongan
Pembagian hadis kepada tiga tingkatan yaitu Sahih, hasan dan dha’if sebenarnya tidaklah dikenal di masa imam empat ( dari awal abad ke-2 Hijrah hingga pertengahan abad ke-3 hijrah ). Menurut Ibnu Taimiyah ulama yang mula-mula membagi hadits kepada tiga bagian ini adalah Abu Isa at-Tirmidzi. Dalam kitab-kitab Ulum al-Hadis yang termasuk generasi pertama juga tidak menyinggung penjelasan tentang hadis hasan. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal abad generasi ulama’muta’akhirin-pun hadis hasan belum merupakan konsep yang umum dipakai. Para Ulama’ berbeda pendapat mengenai penggunaan hadis dha’if untuk fadhail amal menjadi tiga pendapat : 1.) Hadis dha’if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam urusan Fadhail al a’maal atau lainnya. 2.)Hadis dha’if dapat diamalkan secara mutlak baik dalam urusan fadhail al a’maal atau lainnya. 3.)Hadis dha’if dapat diamalkan dalam Fadhail al a’maal, mauidzah, targhib, tarhib jika memenuhi beberapa persyaratan. Dalam skripsi ini penulis merumuskan 2 permasalahan yaitu : 1.) Bagaimanakah Pandangan Tokoh Muhammadiyah Kota Pekalongan Terhadap Penggunaan Hadis Dha’if untuk Fadhail Al A’mal. 2.)Apakah yang menjadi dasar/alasan digunakan atau tidak digunakannya Hadis Dha’if dalam fadhail Al A’mal. Adapun karya ilmiah ini termasuk jenis penelitian lapangan yang menggunakan metode kualitatif. Sumber yang digunakan di dalamnya ada dua bagian, yaitu sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui interview serta mereduksi buku maupun kitab. Analisis yang penulis gunakan yaitu content analisis yaitu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data kemudian diadakan suatu analisis dan menginterpretasikan data tersebut dengan cara memahami secara tekstual maupun kontekstual baik dari segi dasar hukum maupun alasan-alasannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tokoh Muhammadiyah Kota Pekalongan berbeda pendapat dalam menyikapi hadis dha’if untuk fadhail a’mal menjadi dua pendapaat : pertama Menolak hadis dha’if secara mutlak baik untuk fadhail a’mal maupun yang lainnya jika hadis tersebut telah nyata kedhaifannya dikarenakan hadis dha’if tersebut diragukan kebenarannya sehingga berstatus hukum dugaan lemah (dhan al marjuh) yang tidak boleh diyakini dan dikhawatirkan akan terjerumus dalam bid’ah dan berdusta atas Nabi SAW. Kedua, menerima hadis dha’if untuk fadhail a’mal dengan beberapa syarat karena dengan syarat tersebut dapat menghilangkan keraguan, tuduhan dusta terhadap Nabi SAW serta amalan yang bid’ah.
16SK1631016.00 | SK IAT 16.016 HAD p | My Library (Lantai 3 Skripsi) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain