TA PERBANKAN SYARIAH
Penerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Akad Istishna' Pada Produk Sembako Di BMT An-Najah Wiradesa
Dalam jual beli akad istishna’, barang yang diperjualbelikan harus diketahui spesifikasinya oleh pemesan. Spesifik disini berarti barang harus jelas mengenai jenis, jumlah, harga maupun merknya. Namun yang terjadi di BMT An-Najah Wiradesa nasabah hanya mengetahui jenis sembako tersebut. Transaksi seperti itu akan memicu kesalahpahaman antara penjual dan pembeli, apabila dikemudian hari barang pesanan yang diterima pembeli tidak sesuai yang diinginkan. Seperti yang terjadi pada tahun 2015 ini tercatat 253 orang atau 9,69% dari total 2609 nasabah yang gugur atau tidak melanjutkan akad sampai akhir.
Penelitian ini mencari jawaban tentang bagaimana mekanisme jual beli akad istishna’ pada produk SEMBAKO di BMT An-Najah Wiradesa dan bagaimana penerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli akad istishna’ pada produk SEMBAKO di BMT An-Najah Wiradesa Pekalongan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dieksplorasi dan diperdalam dari fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat, dan waktu. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Data primer berupa kata-kata, ucapan, tindakan dari nasabah SEMBAKO seperti Ibu paeroh serta lainnya dan praktisi di BMT An-Najah Wiradesa. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung berupa dokumentasi atau data laporan yang tersedia serta arsip-arsip resmi yang berkaitan dengan akad istishna’ pada produk SEMBAKO serta yang lainnya terkait dengan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukan, jual beli sembako akad istishna’ pada produk SEMBAKO di BMT An-Najah Wiradesa Pekalongan yaitu dengan sistem pemesanan, dimana nasabah harus mendaftar sebagai anggota SEMBAKO jika ingin memesan. Setelah mereka melunasi pembayaran dengan sistem simpanan yang disetor sebesar Rp.10.000 per minggu selama 40 minggu, barulah anggota akan mendapat sembako. Jenis sembako tersebut sesuai penawaran diawal akad yang tertera dibrosur SEMBAKO pada saat pemesanan. Penerapan jual beli sembako akad istishna’ tersebut kurang sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.06/DSN-MUI/IV/2000, karena pihak BMT tidak menjelaskan secara detail mengenai jumlah dan merk sembako yang diterima. Hal tersebut dikarenakan BMT menyesuaikan dana untuk jumlah sembako yang dibeli. Selain itu pihak BMT mengantisipasi terjadinya kesalahpahaman ketika penyerahan sembako, jika tidak sesuai yang ditawarkan diawal akad.
16TA1612034.00 | TA D-3PBS 16.034 FAT p | My Library (Lantai 3, Tugas Akhir) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain