Jual-Beli Tanah Untuk Kuburan Mewah dan Bisnis Lahan Kuburan Mewah (Studi Kritis atas Fatwa MUI No.09 Tahun 2014)
Baru-baru ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa
tentang makam mewah. Hal–hal yang berkaitan dengan tanah makam dan jenazah
memang sangat penting untuk di perhatikan, sebab manusia hidup di dunia ini
tidaklah kekal abadi pastilah akan terbujur kaku menjadi jenazah. salah satu
kendala dalam penyelenggaraan jenazah adalah lahan pemakaman. Melihat begitu
sulitnya menemukan lahan makam di kota-kota besar dan kini pemakamanpun
mulai dikomersilkan. Ada pelaku usaha yang menyediakan lahan makam khusus
layaknya sebuah properti. Harganya pun beragam, mulai dari lahan kosong untuk
di jadikan lahan pemakaman umum hingga satu liang lahat seharga miliaran
rupiah lengkap dengan perawatan kelas eksklusif.
Skripsi ini membahas tentang analisi fatwa MUI tentang jual-beli tanah
untuk kuburan dan bisnis lahan kuburan mewah. Permasalahan utama yang
dibahas adalah: (1) Bagaimana pertimbangan hukum MUI dalam mengeluarkan
fatwa no. 09 tahun 2014 tentang jual-beli tanah untuk kuburan dan bisnis lahan
kuburan mewah (2) Bagaimana cara MUI mengambil Istinbat Hukum
Melalui pendekatan normatif, penelitian ini dikaji melalui teori menelaah
data yang berasal dari sumber-sumber kepustakaan, baik berupa buku, makalah,
majalah, kitab dan lain-lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pertimbangan hukum MUI dalam
mengeluarkan fatwa no. 09 tahun 2014 tentang jual-beli tanah untuk kuburan dan
bisnis lahan kuburan mewah yaitu karena pemakaman mewah mengandung unsur
tabdzir dan israf baik dari segi luas, harga, fasilitas maupun nilai bangunan,
sehingga wajib untuk mencegahnya. Sedangkan dasar hukum yang digunakan
oleh MUI dalam memutuskan fatwa ini adalah mengacu pada SK Dewan
Pimpinan MUI Nomor: U-596/MUI/IX/1997. Dalam fatwa tentang jual-beli tanah
untuk kuburan dan bisnis lahan kuburan mewah MUI juga mendasarkan pada
Alqur an yakni (QS. „Abasa : 21), (QS. Al-Murs lat [77]: 25 – 25), (QS. Al-Baqarah[2]: 275), (QS : al Furqan[ 25] :76) (QS. al-Ma idah [5]: 2), (QS. Al-Isra’
[17]: 26 – 27), (QS: asy-Syu ara[26]: 151). Di samping itu juga menggunakan
dasar kaidah fiqhiyyah Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat
mungkin , dan Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan
maslahat
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain