SKRIPSI HKI
Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini
Perkawinan dalam Islam harus memenuhi syarat dan rukun tertentu. Menurut hukum Islam, wali nikah adalah hal yang sangat penting dan menentukan, tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Orang tua, dalam kebudayaan kita memilki kekuasaan yang besar untuk menentukan sepenuhnya tanpa persetujuan anak, calon suami dari anak gadisnya, hak ini dalam fiqih disebut hak ijbar. Mengacu hal tersebut, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan wali mujbir menurut perspektif hukum Islam, bagaimana relevansi wali mujbir menurut perspektif hukum Islam dengan masa kini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persetujuan kedua belah pihak merupakan hal penting. Seorang ayah wajib mengajak berunding dan meminta izin kepada anak ketika hendak dinikahkan. Tidak boleh menikahkan anak perempuan tanpa ridlanya. Ijbar seorang ayah berupa tanggung jawab, dengan asumsi anak perempuannya belum atau tidak memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri, bukan untuk memaksakan kehendak. Penggunaan hak ijbar seorang wali baik terhadap gadis yang belum dewasa, gadis dewasa maupun terhadap janda belem dewasa sudah tidak relevan lagi dengan saat ini. Karena suatu perkawinanan sesuai dengan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 6 dan KHI pasal 16 menyebutkan bahwa perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua mempelai. Wali mujbir hanya dapat menggunakan hak ijbarnya terbatas pada gadis ghairu aqil yang sudah dewasa saja.
08TD089031.00 | SK 2X4.312 KHO w C.0 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain