SKRIPSI HKI
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Hukum dan Hak Anak Luar Nikah
Judicial Review merupakan pengujian oleh Lembaga Yudikatif [dalam hal ini [Mahkamah Konstitusi] tentang konsistensi Undang-Undang terhadap Undang Undang Dasar atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Gagasan pengujian Undang-Undang Perkawinan ini muncul dari kasus anak hasil nikah sirri yang merasa tidak diperlakukan secara adil oleh UU karena dianggap layaknya anak luar nikah, sehingga tidak dapat mendapatkan hak-haknya yang wajar walaupun secara agama ia tergolong anak sah. Akhirnya pemohon mengajukan permohonannya ke Mahkamah KOnstitusi [MK] sebagai sebuah lembaga kekuasaan kehakiman yang memiliki wewenang utama untuk melakukan uji materi UU terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MK dengan berbagai pertimbangan telah mengabulkan permohonan tersebut sehingga status dan hak anak luar nikah setara dengan anak sah. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini antara lain : 1] Bagaimana substansi putusan Mahkamah Konstitusi [MK] dalam Judicial Review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait dengan status hukum dan hak anak luar nikah ditinjau dari hukum fikih? 2] Bagaimana dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi [MK] dalam putusan tersebut dalam perspektif ushul fikih? Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif evaluatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan sebagai titik tolaknya, disamping pendekatan lainnya yang sesuai, seperti pendekatan analitis . Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Di samping itu penulis juga menyertakan hasil interview sebagai bahan pendukung. Tehnik pengumpulan data yang dipakai adalah dokumentasi melalui studi pustaka, wawancara, dan penulusuran media internet. Sedangkan untuk tehnik analisis datanya, penulis menggunakan metode / teknik Content Analysis. Metode ini digunakan untuk menganalisis isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 serta untuk menganalisis dasar pertimbangan putusan tersebut dari perspektif hukum islam . Hasil dari penelitian ini adalah : 1] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 yang mengabulkan permohonan pengujian UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 43 [1] yang mengatur tentang hak keperdataan anak luar nikah adalah berdasarkan prinsip untuk melindungi hak dan keperdataan anak luar nikah adalah berdasarkan prinsip untuk melindungi hak dan kepentingan anak semata tanpa melihat statusnya sebagai anak yang sah atau tidak. Putusan MK ini sepertinya dimaksudkan untuk seluruh warga negara Indonesia, dengan kata lain tidak hanya untuk yang beragama Islam. Namun jika dilihat dari sisi hukum Islam, secara hukum putusan ini tetap tidak dapat dilaksanakan bagi umat Islam, karena dalam Islam agar anak dapat mendapatkan hak perdatanya [hak nafkah, hak waris, dsb] dari ayahnya, ia harus memiliki nasab secara hukum Islam terhadap ayahnya, tidak cukup dengan pengakuan oleh ayah biologis saja. Satu-satunya kesempatan baginya adalah jika ayahnya menghibahkan / memberikan wasiat wajibah atas hartanya kepada anaknya tersebut. Dasar pertimbangan yang dipakai MK adalah karena adanya anak selalu disebabkan oleh perbuatan dua orang maka yang bertanggungjawab semestinya juga dua orang, bukan hanya seorang yaitu ibunya, dan juga karena dalam agama tidak dikenal istilah . Oleh karena itu, seorang anak tidak perlu menanggung dosa atau memikul hukuman atas perbuatan kedua orang tuanya. Namun dalam pandangan Hukum Islam, selamanya anak luar nikah tetap tidak memiliki hak nasab dan perdata terhadap ayah biologisnya, karena nasab anak tersebut hanya kepada Ibunya. Kaidah fikih yang relevan dalam hal ini adalah : 1]Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan bahaya yang lain, 2] Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat, 3] Darar yang bersifat khusus harus ditanggung untuk menghindarkan darar yang bersifat umum , 4] Apabila terdapat dua kerusakan atau bahaya yang saling bertentangan, maka kerusakan atau bahaya yang lebih besar dihindari dengan jalan melakukan perbuatan yang resiko bahaynya lebih kecil. Semua yang diatur oleh Islam adalah tidak lain untuk maslahat yang sebenarnya yakni tercapainya maqasid syariah yang lima yaitu terpeliharanya agama, jiwa keturunan, akal dan harta, sebagai sarana untuk keharmonisan dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat
00SK008211.00 | SK AS13.082 ROY t C.0 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain