SKRIPSI HKI
Permohonan Penetapan Asal Usul Anak Hasil Pernikahan Dalam Masa Iddah [Analisa Penetapan No.0010/Pdt.P/2011/PA.Pkl]
Permasalahan nasab/asal usul merupakan salah satu hak seorang anak yang terpenting dan memberi dampak bagi kepribadian dan masa depan anak. Sebab dengan adanya hubungan nasab menimbulkan konsekuensi bagi seorang ayah kandung berkewajiban memberi jaminan nafkah kepada anak kandungnya. Berkenaan dengan asal usul anak Pengadilan Agama Pekalongan mengeluarkan sebuah penetapan yang cukup menarik untuk dikritisi. Permohonan penetapan asal usul anak tersebut diajukan oleh pemohon karena anaknya lahir dari pernikahan yang tidak tercatat dan pernikahan itu dilangsungkan ketika status istri masih dalam masa iddah dengan suami sebelumnya.Dengan beberapa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Pekalongan menetapkan untuk menolak permohonan tersebut.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah dasar pertimbangan Hakim dalam penetapan tersebut dan analisa penetapan Hakim dalam persoalan asal usul anak hasil pernikahan dalam masa iddah (Analisa Penetapan No.10/PDT.P/2011/PA.PKL) ditinjau dari perspektif fiqh dan hukum positif Indonesia. Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui, memahami dan menganalisa asal usul anak dalam perspektif fiqh dan Hukum Positif Indonesia serta Menganalisa apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan untuk menolak permohonan penetapan asal usul anak hasil pernikahan dalam masa iddah.
Penelitian ini bersifat kualitatif dan jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan dokumentasi Pengadilan Agama Pekalongan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sumber primer dan sumber sekunder.Sedangkan analisisnya menggunakan Content analysis yaitu analisis ilmiah tentang isi pesan atau komunikasi secara sistematis dan juga analisisnya mendasarkan pada deskripsi yang dimanifestasikan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, penetapan asal usul anak dapat dilakukan secara syar’i yaitu berdasarkan al-firasy/kelahiran, iqrar/pengakuan dan bayyinah/pembuktian. Penetapan asal usul anak dapat pula dilakukan menurut hokum positif yaitu melalui permintaan isbatun nasab/penetapan asal usul anak kepada pihak berwenang yaitu Pengadilan Agama. Dalam fiqh disebutkan penetapan nasab anak selain melalui pernikahan yang sah juga melalui pernikahan fasid dengan syarat dan ketentuan tertentu. Dengan demikian pernikahan fasid merupakan salah satu dasar dalam menetapkan nasab anak. Selain itu, dalam Kompilasi Hukum islam pasal 76 disebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara orangtua dengan anaknya. Jadi menurut hemat penulis, penetapan no.10/PDT.P/2011/PA.PKL kontradiktif dengan ketentuan yang terdapat dalam fiqh dan Hukum Positif Indonesia.
00SK006911.00 | SK AS12.069 HAN p C.0 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain