SKRIPSI HKI
Penetapan Isbat Nikah Di Pengadilan Agama Batang Nomor : 0010/Pdt.P/2011/PA.Btg
Isbat Nikah secara harfiah berati “penetapan”, atau “pengukuhan” nikah. Secara substansial konsep ini difungsikan sebagai ikhtiar hukum agar perkawinan tercatat dan mempunyai kekuatan hukum. Isbat Nikah merupakan perkara yang tidak mengandung unsur sengketa alias voluntair. Dalam Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama bahwa Isbat Nikah merupakan salah satu kewenangan Pengadilan Agama. Pengadilan Agama memiliki kewenangan itu dengan syarat bila dikehendaki oleh UU.
Masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah Apa alasan yang mendasari pengajuan Permohonan Penetapan Isbat Nikah Nomor: 0010/Pdt.P/2011/PA.Btg?. Bagaimana dasar hukum pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Penetapan Isbat Nikah di Pengadilan Agama Batang Nomor: 0010/Pdt.P/2011/PA.Btg?. Kegunaan penelitian ini adalah untuk memperkaya khazanah intelektual hukum Islam, khususnya tentang Isbat Nikah, sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pemahaman dan reaktualisasi nilai-nilai ajaran Islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan kualitatif. Sumber data berupa data primer dan data sekunder. Teknik pendekatan data primer wawancara. Untuk data sekunder dengan dokumentasi. Analisis di kukuh dengan analisis content.
Hasil penelitian dan pembahasan menujukkan bahwa alasan tentang pengajuan Isbat Nikah Nomor 0010/Pdt.P/2011/PA.Btg. adalah bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Pengesahan Nikah adalah untuk dasar membuat Akta Kelahiran 2 orang anaknya. Sedangkan pertimbanagan Hakim terhadap pokok permasalahan tersebut adalah adanya duduk perkara yang disampaikan oleh Pemohon yang disertai beberapa bukti baik bukti tertulis maupun saksi. Pertimbangan Hakim tersebut sesuai dasar hukum yang digunakan oleh Hakim, yang mempertimbangkan pertimbangan Pasal 39 Ayat (4) PERMENAG Nomor 3 Tahun 1975, Pasal 7 Ayat (1,2,3) huruf (e) dan 4 KHI “Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974”, Kitab I’anatuththolibin Juz IV: 254, yang artinya berbunyi: “Pengakuan perkawinan dengan seorang perempuan harus dapat menyebutkan sahnya perkawinan dahulu dari umpamanya wali dan dua orang saksi yang adil”.
00SK004311.00 | SK AS12.043 NAI p C.0 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain