SKRIPSI HKI
Permohonan Izin Poligami Sesama Pegawai Negeri Sipil (PNS) (Studi Perbandingan Hukum Putusan Nomor 23/Pdt.G/2020/PA.Gtlo Dan Nomor 441/Pdt.G/2021/PA.Pal)
Poligami merupakan praktik perkawinan di mana seorang suami memiliki lebih dari satu istri. Di Indonesia, poligami hanya diizinkan jika memperoleh persetujuan dari pengadilan agama sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Permohonan izin poligami di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) diatur oleh berbagai regulasi yang ketat, termasuk Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan pemerintah terkait. Poligami diizinkan dengan syarat tertentu, termasuk persetujuan dari pengadilan agama. Studi ini berangkat dari dua putusan pengadilan yang berbeda dalam menangani permohonan izin poligami sesama PNS, yaitu Putusan Nomor 23/Pdt.G/2020/PA.Gtlo dan Putusan Nomor 441/Pdt.G/2021/PA.Pal, yang menunjukkan persamaan dan perbedaan dalam pertimbangan hukum serta akibat hukumnya. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan memperhatikan perundang-undangan, kasus yang terkait, dan perbandingan dengan kasus serupa. Sumber data meliputi bahan hukum primer seperti Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkwainan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, Kompilasi Hukum Islam dan Putusan Nomor 23/Pdt.G/2020/PA.Gtlo dan Putusan Nomor 441/Pdt.G/2021/PA.Pal, bahan hukum sekunder dari jurnal hukum, pendapat ahli, dan buku teks. Analisis dilakukan dengan metode deduktif, di mana kesimpulan ditarik dari fakta-fakta spesifik yang kemudian diinterpretasikan secara umum. Hasil penelitian menunjukkan persamaan dalam penggunaan dasar hukum yang sama dan aspek yang dipertimbangkan (yuridis, sosiologis, dan filosofis), tetapi terdapat perbedaan dalam penekanan dan hasil putusan. Dimana Putusan Nomor 23/Pdt.G/2020/PA.Gtlo mengabulkan permohonan dengan mempertimbangkan persetujuan istri pertama dan aspek sosiologis seperti perlindungan terhadap janda, sedangkan Putusan Nomor 441/Pdt.G/2021/PA.Pal menolak permohonan karena alasan yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat alternatif dan adanya larangan bagi wanita PNS untuk menjadi istri kedua. Mengenai perbedaan penerimaan dan penolakan permohonan izin nikah di Pengadilan Agama Gorontalo dan Pengadilan Agama Palu, yaitu perbedaan putusan hakim dalam kasus poligami ini dipengaruhi oleh penafsiran yang berbeda terhadap peraturan perundang-undangan dan pertimbangan faktual dalam kasus masing-masing. Meskipun dasar hukum yang digunakan sama, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta syarat alternatif yang tidak terpenuhi dalam kedua kasus, keputusan akhir berbeda karena pendekatan hakim yang bervariasi. Hakim di Pengadilan Palu lebih menekankan kepatuhan terhadap aturan hukum yang ketat dan syarat alternatif, sementara hakim di Pengadilan Gorontalo lebih mengutamakan pertimbangan kepatuhan terhadap ajaran agama dan syarat kumulatif.
24SK2411081.00 | SK HKI 24.081 FAN p | My Library (Lantai 3, R. Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain