SKRIPSI HES
Kepastian Hukum Aturan Kriteria Merek Produk Sebagai Syarat Dalam Memperoleh Sertifikat Halal
Lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terkait kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal. Didalamnya diatur segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, khususnya mekanisme sertifikasi halal, mulai dari pengajuan permohonan, sampai dengan diterbitkannya sertifikat halal. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan sertifikasi halal adalah produk harus memiliki nama produk (merek). Dalam pelaksanaan sertifikasi halal, banyak pelaku usaha yang pengajuan permohonan sertifikasi halalnya ditolak dengan alasan merek produknya tidak sesuai dengan syariat islam, pada kenyataannya, dalam UU JPH atau aturan lain yang mengatur mengenai sertifikasi halal tidak ditemukan aturan yang mengatur spesifik terkait bagaimana kriteria merek produk sebagai syarat dalam memperoleh sertifikat halal. Hal ini menimbulkan indikasi bahwa kepastian hukum belum tercermin dalam regulasi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan dan formulasi ideal kriteria merek produk agar dapat bersertifikat halal. Untuk menjawab rumusan masalah diatas, metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual, yakni mengkaji aturan-aturan yang berkaitan dengan kriteria merek produk sebagai syarat dalam memperoleh sertifikat halal. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa aturan mengenai kriteria nama produk (merek) dalam memperoleh sertifikat halal sesungguhnya telah diatur dalam dua regulasi, yakni dalam Keputusan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal No. 20 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Keputusan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal No. 57 Tahun 2021 Tentang Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 44 Tahun 2020 Tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal. Namun dua regulasi tersebut hanya mengatur secara umum atau belum mengatur secara tegas dan spesifik terkait kriteria merek produk yang dapat atau tidak dapat disertifikasi halal. Hal ini berarti bahwa dua regulasi di atas masih memiliki celah untuk dapat diartikan berbeda atau multitafsir, dan dapat dikatakan bahwa formulasinya belum ideal, yang mana hal ini tidak sesuai dengan asas kepastian hukum.
24SK2412079.00 | SK HES 24.079 WAH k | My Library (Lantai 3. Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain