SKRIPSI HES
Perlindungan Hukum Terhadap Penyelenggara Financial Technology (Fintech) Lending Syariah
Financial Technology merupakan suatu kemajuan inovatif di bidang teknologi informasi pada layanan keuangan . Salah satu jenis fintech yang banyak diminati adalah fintech lending, yaitu kegiatan pinjam meminjam berdasarkan teknologi. Beroperasinya penyelenggaraan fintech lending syariah di Indonesia dengan melalui beberapa proses yang cukup panjang mulai pendaftaran perizinan sampai diterimanya permohonan izin tersebut. Namun, perkembangan teknologi yang semakin canggih dan memberikan manfaat berupa kemudahan, nyatanya belum benar-benar memberikan keamanan terutama pada penyelenggaraan fintech lending, serta POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tersebut belum mengakomodir terkait fintech lending berdasarkan prinsip syariah secara detail, tetapi masih cenderung terhadap fintech lending secara konvensional. Hal ini menjadi suatu kelemahan yuridis pada perlindungan hukum fintech lending syariah. Sehingga peneliti akan mengkaji dan menganalisis terkait kelemahan mengenai peraturan-peraturan yang memberikan perlindungan hukum penyelenggara fintech lending serta akibat hukumnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Dengan mengkaji dan menelaah peraturan atau regulasi sebagai sumber hukum, untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum pada layanan fintech lending syariah. Hasil penelitian mengungkapkan Bentuk perlindungan hukum terhadap penyelenggara fintech lending syariah, diatur dalam POJK, PBI, dan beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian terkait. Namun terdapat beberapa kelemahan yang masih ada pada peraturan tersebut. Pertama, POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tersebut lebih mengakomodir pembaruan mengenai pinjam meminjam secara konvensional. Kedua, fintech lending syariah saat ini masih adanya ketidakpastian hukum. Ketiga, POJK masih hanya sebatas aturan lembaga yang tidak dapat mengikat ke seluruh platform fintech. Keempat, POJK dan PBI tidak dijelaskan secara tegas mengenai mekanisme penyelesaian sengketa dan hanya memberikan ketentuan sanksi yang bersifat administratif. Kelemahan aturan perlindungan hukum terhadap penyelenggara fintech lending syariah menimbulkan akibat. Seperti munculnya risiko keuangan; ketidakpastian hukum; kepercayaan masyarakat menurun; kurangnya perlindungan konsumen; serta, sanksi yang hanya bersifat administratif masih dirasa kurang memberikan dampak yang jera. Oleh karena itu, untuk mengatasi kelemahan ini, diperlukan peraturan yang lebih komprehensif dan tegas yang tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi penyelenggara fintech lending syariah.
24SK2412073.00 | SK HES 24.073 RET p | My Library (Lantai 3. Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain