SKRIPSI HTN
Penafsiran Hukum Di Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XXI/2023
Putusan MK nomor 102/PUU-XXI-/2023 mengajukan pokok permohonan yaitu memohon Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menyatakan Pasal 169 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur norma tambahan menjadi “tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat masa lalu, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya”. Adanya putusan MK nomor 102/PUU-XXI/2023 yang menyatakan bahwa hakim MK menolak peermohonan tersebut menjadikan suatu persepsi serta penilaian bahwa dalam tataran syarat menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden setiap adanya kontestasi pasti ada intrik politik. Oleh karena hal tersebut, putusan MK nomor 102/PUU-XXI/2023 menjadi menarik untuk diteliti supaya penafisiran hakim MK bisa menjadi dasar putusan hukum yang konkrit mengenai syarat calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif (normative legal research). Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan Pendekatan kasus (case approach). Dalam penafsiran hakim Mahkamah Konstitusi yang terdapat dalam putusan MK Nomor 102/PUU-XXI/2023 memakai metode Interpretasi Gramatikal. Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata atau istilah hukum untuk mencoba memahami suatu teks peraturan perundang-undang yakni memberikan makna terhadap suatu aturan hukum melalui penalaran hukum.
24SK2413064.00 | SK HTN 24.064 MUH p | My Library (Lantai 3. Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain