SKRIPSI HTN
Pengaturan Risywah Dalam Pemilu dan Pilkada Prespektif Hukum Islam
Pengaturan Risywah Pemilu dan Pilkada Prespektif Hukum Islam. Skripsi Fakultas Syariah Program Studi Hukum Tatanegara UIN K.H.Abdurrahman Wahid Pekalongan. Pembimbing : Yunas Derta Luluardy, M.A. Istilah Risywah di Indonesia lebih dikenal dengan politik uang atau suap, Risywah merupakan hal yang batil dan Praktik risywah di indonesia dilarang oleh hukum positif dan hukum islam. Yang mana ada 2 undang yang mengatur risywah namun sanksi dan subyek yang diatur berbeda. Masyarakat menggap risywah adalah hal yang wajar dan sudah menjadi kebiasaan dalam setiap pemilihan. Hal tersebut merupakan kesalahan besar, hal ini karena masyarakat tidak memiliki kepahaman makna risywah tersebut. Risywah atau politik uang merupakan istilah yang sering digunakan untuk mencerminkan praktik pemberian materi atau benda pada saat kampanye atau H-1 sebelum pencoblosan dilangsungkan. Uang dijadikan sebagai alat yang cukup ampuh dalam mempengaruhi masyarakat untuk memilih siapa calon yang akan dipilih. Bukan dari segi visi dan misi , kecerdasan intelektual bahkan kepribadian yang shaleh atau sholeh sebagai tolak ukur tetapi berapa uang di berikan kemasyarakat itulah yang masyarakat pilih. Risywah atau politik uang diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2017 Pasal 523 ayat (1),(2),(3) dan diatur pula dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2016, Pasal 187 A. Kedua UU tersebut sama sama mengatur mengenai tindak pidana risywah, namun kedua memiliki perbedaan dalam segi sanksi dan subyek hukum yang diatur didalam kedua UU tersebut. Penelitian ini memiliki tujuan. Jenis penelitian yang digunakan ialah Yuridis Normatif, yang menliti bahan pustaka atau bahan sekunder, dengan menggunakan metode 3 jenis pendekatan. Pertama, komparasi atau perbandingan , yang membandingkan regulasi UU Pemilu dan UU Pilkada. Kedua, pendekatan perundang-undangan untuk menelaah dan menganalisis UU Pemi dan UU Pilkada yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditinjau. Ketiga, Pendekatan Konseptual, yang memberikan sudut pandang analisa penyelesaian suatu masalah dalam penelitian. Hasil penelitian ini memiliki simpulan, Disharmonisasi ini terjadi karena terdapat 2 peraturan atau lebih yang mengartur 1 subtansi yang sama , namun dari masing-masing peraturan tersebut tidak mempunyai kesamaan dalam teknis pengaturannya. Dishamnosisasi dapat terjadi karena Perumusan Lamanya Sanksi Pidana (pemilu menggunkan pola indefinite sentence. Dan pilkada menggunkan pola sanksi determinate sentence). Rezim Pemilu dan Pilkada, Berdasarkan Pasal 22e UUD 1945 dalam pasal ini yang dimaksud pemilu ialah pemilu untuk DPR RI, DPD RI , Presiden dan wakilnya. Dan Pilkada diatur dalam Pasal 18 ayat 4 UUD 1945. Gubernur, Bupati, dan Walikota lahir dari proses pemilihan demokratis yang dipilih secara langsung dan tidak temasuk dalam rezim pemilu berdasrkan UUD NKRI 1945. Kepentingan Elit Politik, karena hukum merupakan produk politik Jika dianalisis menggunakan fiqh siayasah, dalam hal legislasi atau pembuatan undang-undang tidak dijelaskan secara detail tentang mekanisme pembenturan sebuata peraturan, namun hanya dijelaskan bahwa dalam membentuk sebuah peraturan harus dilakukan musyawarah oleh anggota Ahlu al-halli wal Aqdi. dalam melakukan musywarah, masyarakat tidak dilibatkan didalamnya dalam hal pendapat, khalifah berhak menyarankan hukum yang hendak diadopsi oleh Ahlu al-halli wal Aqdhi yang bersifat tidak mengikat, Ahlu al-halli wal Aqdhi berhak menentukan suatu hukum atau peraturan yang mengikat kepada seluruh umat didalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas dalam Al-Quran dan Hadis Kata Kunci : Risywah, Pemilu, Pilkada, Disharmonisasi, Hukum Islam
24SK2413029.00 | SK HTN 24.029 DEW p | My Library (Lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain