SKRIPSI HKI
Pengesahan Status Anak Dalam Pernikahan Sirri (Studi Perbandingan Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Agama Batang Nomor 216/Pdt.P/2023/PA.Btg dan Putusan Nomor 242/Pdt.P/2023/PA.Btg))
Anak yang dilahirkan dari pernikahan siri akan kesulitan mendapatkan akta kelahiran karena tidak ada catatan pernikahan di lembaga negara. Tidak adanya akta kelahiran terhadap anak, maka negara mempunyai hambatan dalam memenuhi hak hak anak tersebut. Agar adanya hubungan perdata dengan ayahnya diperlukan pengakuan dan pengesahan, dengan demikian maka anak tersebut mendapatkan statusnya sebagai anak sah. Kasus posisi pada penelitian ini akan dibahas lebih sepisifik mengenai permohonan penetapan asal usul anak pada pernikahan sirri di pengadilan agama batang nomor 216/Pd.P/2023/PA.Btg. dan nomor 242/Pdt.P/2023/PA.Btg. Dalam hal ini petimbangan hakim mengabulkan permohonan para pemohon dengan nomor perkara 216/Pdt.P/2023/PA.Btg, akan tetapi pada perkara nomor 242/Pdt.P/2023/PA.Btg hakim menolak permohonan para pemohon sedangkan kedua perkara tersebut mempunyai illat hukum yang sama namun dengan putusan hasil yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Bagaimana perbandingan hukum putusan pengadilan agama batang dalam mengadili penetapan status anak pernikahan sirri pada putusan nomor 216/Pdt.P/2023/PA.Btg dan putusam nomor 242/Pdt.P/2023/PA.Btg. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan pendekatan case approach (pendekatan kasus), statute approach (pendekatan undang-undang), conceptual approach (pendekatan konseptual), dan comparative approach (pendekatan komparatif). Data-data penelitian ini diperoleh melalui dokumentasi dengan sumber bahan hukum primer, sekunder. Analisis data menggunakan analisis preskriptif dengan logika dan penalaran hukum induktif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pertimbangan Hukum pada Putusan Nomor 216/Pdt.P/2023/PA.Btg dan Putusan Nomor 242/Pdt.P/2023/PA.Btg, yakni; Persamaan dari kedua putusan tersebut bahwa kedua putusan itu merupakan perkara yang sama yaitu perkara permohonan penetapan anak yang dilahirkan dalam pernikahan sirri seorang laki-laki dan perempuan yang kedua anak tersebut tidak memenuhi syarat minimal kelahiran anak sah enam bulan dari pernikahan, yaitu pada putusan pertama kelahiran anak ada pada waktu satu bulan sejak pernikaha siri, sedangkan pada putusan kedua kelahiran anak ada pada waktu empat bulan sejak pernikahan sirri. Sedangkan Perbedaan kedua putusan yaitu pada putusan pertama hakim mengutamakan pertimbangan kemaslahatan untuk kepentingan anak kedepannya dengan menggunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta qaidah fiqiyyah sehingga mengabulkannya. Pada putusan kedua hakim menggunakan pertimbangan substansial hukum islam bahwa faktanya anak tersebut hanya di lahirkan dalam pernikahan siri namun tidak memenuhi syarat keabsahan anak menurut hukum islam (fiqih) dengan Putusan MK Nomor 46/PUU- VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012. Sehingga hakim menolaknya. Sedangkan Perbandingan akibat hukum putusan nomor 216/Pdt.P/2023/PA.Btg yaitu, status anak menjadi sah dan pemohon I dapat mencantumkan namanya pada akta kelahiran anak. Sedangkan pada putusan nomor 242/Pdt.P/2023/PA.Btg yaitu, pemohon I tidak dapat mencantumkan namanya sebagai ayah di akta kelahiran anak, anak menjadi tidak memiliki hubungan nasab dengan ayahnya, tidak dapat saling mewarisi dengan ayahnya, dan pemohon I tidak dapat menjadi wali nikah bagi sang anak. Kata Kunci : Perbandingan Pertimbangan hukum, penetapan asal usul anak, pernikahan sirri
24SK2411059.00 | SK HKI 24.059 HEN p | My Library (Lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain