SKRIPSI HKI
Kesadaran Hukum Pelaku Nikah Sirri Terhadap Itsbat Nikah (Studi di Kecamatan Pekalongan Barat)
Dalam pasal 7 KHI, bagi masyarakat yang sudah terlanjur melaksanakan nikah sirri dapat melakukan pengesahan nikah melalui sidang itsbat nikah di Pengadilan Agama. Namun realita yang terjadi di Kecamatan Pekalongan Barat, ditemukan 4 pasangan pelaku nikah sirri yang dalam pengesahan nikahnya dilakukan dengan tajdīdun an-nikāh, bukan itsbat nikah. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kesadaran hukum pelaku nikah sirri terhadap itsbat nikah, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesadaran hukum mereka. Penelitian yuridis empiris dengan pendekatan kualitatif ini menggunakan sumber data primer yang diperoleh dari pelaku nikah sirri yang melakukan tajdīdun an-nikāh untuk mengesahkan pernikahan sirri. Sumber data sekunder diperoleh dari buku, jurnal yang terkait dengan judul penelitian. Data dianalisis dengan proses: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kesadaran hukum pelaku nikah sirri terhadap pengesahan pernikahan sirri dengan itsbat nikah di Pekalongan Barat masih rendah, karena kebanyakan mereka tidak memahami ketentuan hukum itsbat nikah, bahkan ada yang tidak tahu sama sekali tentang itsbat nikah, mereka lebih mengenal praktik tajdidun an-nikah. Munculnya perilaku tajdīdun an-nikāh pada pelaku nikah sirri merupakan tindakan pragmatis yang dijadikan sebagai solusi pengabsahan pernikahan sirri mereka, disamping karena akibat tidak memahami adanya ketentuan itsbat nikah. (2) Faktor yang melatarbelakangi rendahnya kesadaran hukum mereka yaitu: (a) kurangnya pendidikan hukum masyarakat atau sosialisasi hukum terkait itsbat nikah; (b) faktor budaya atau praktik sosial masyarakat yakni adanya fenomena nikah massal yang sering disaksikan warga lalu dijadikan oleh pelaku nikah sirri sebagai sarana untuk mengesahkan nikah sirri; (c) interaksi dalam masyarakat menghasilkan informasi yang menganggap bahwa tajdīdun an-nikāh itu tidak salah dan umumnya digunakan untuk pengesahan nikah sirri; (d) pengaruh pertimbangan ekonomis dan mudah melakukan tajdīdun an-nikāh. (3) Terdapat perbedaaan implikasi hukum antara pengesahan nikah sirri yang dilakukan dengan tajdīdun an-nikāh dan itsbat nikah. Status keabsahan pernikahan yang disahkan dengan tajdīdun an-nikāh diakui sejak dilakukannya akad ulang itu, pernikahan sirri yang sebelumnya dan konsekuensinya yaitu lahirnya anak-anak tidak diakui oleh hukum negara dan anak tetap hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja. Sedangkan status keabsahan pernikahan yang disahkan dengan itsbat nikah berlaku surut atau mundur, artinya pernikahan sirri yang dilakukan sebelumnya diakui beserta segala sesuatu yang timbul dari pernikahan sirri tersebut. Terkait status anak hasil dari pernikahan sirri, anak tersebut dapat saja nantinya memiliki hubungan hukum dengan ayahnya dengan dilakukan upaya hukum tersendiri melalui pengajuan permohonan penetapan asal-usul anak ke Pengadilan Agama.
24SK2411056.00 | SK HKI 24.056 NOV k | My Library (Lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain