SKRIPSI HKI
Pandangan Tokoh Nahdlotul Ulama (NU) DAN Muhammadiyah tentang Pernikahan Wanita Hamil Diluar dalam Tinjauan Maqasihid As Syari'ah (Studi di Desa Pesantren Kecamatan Uluijami Kabupaten Pemalang
Seiring berjalanya waktu ke waktu penyimpangan norma-norma semakin menjalar kemana-mana. Kemajuan zaman menpengaruhi terjadinya banyak hal baik dan buruk. Di zaman yang semakin moderen ini banyak orang yang tidak lagi malu untuk berjalan bersama bahkan sampai bergandengan tangan padahal mereka bukan mahramnya. kehamilan diluar nikah menjadi akibat buruk dari pergaulan yang kelewat batas. Hal tersebut akan menjadi rasa malu bagi keluarga yang harus disembunyikan. Pernikah hamil adalah pernikahan seorang wanita yang telah mengandung sebelum menikah, menikahnya bisa dengan laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki yang bukan menghamilinya”. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif . yaitu proses untuk memunculkan data deskritif berbentuk kata-kata tulisan atau lisan dari subjek. Penulis memperoleh informasi secara langsung dari narasumber ketika proses penelitian. Penelitian yang dilakukan penulis juga bisa disebut dengan istilah penelitian lapangan yaitu penelitian dengan cara langsung terjun dan mengamati lingkungan yang menjadi sasaran penelitian. penelitian ini juga bersifat deskriptif serta menggunakan wawancara dan dokumentasi (pengambilan data) sebagai metode pengumpulan data. Tokoh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Desa Pesantren menyelesaikan persoalan wanita hamil di luar nikah dari dua sumber berbeda. Tokoh Nahdlatul Ulama menggunakan dalil-dalil Al-Qur'an, Hadits dan mazhab imam Syafi' untuk menyelesaikan permasalahan pernikahan wanita hamil di luar nikah dengan membolehkan perkawinan tersebut. Terlepas dari apakah wanita hamil itu menikah dengan orang yang menghamilinya atau bukan, keduanya sah menikah dengannya. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan dalam Bahsul Masail Nahdlatul Ulama. Sementara itu, para tokoh Muhammadiyah di Desa Pesantren menggunakan pendapat imam Abu Hanifah di kalangan mereka, padahal hal ini tidak sesuai dengan keputusan Majelis Tarjih yang hanya menggunakan AlQur'an dan Hadits tanpa menggunakan pendapat mazhab untuk menentukan boleh tidaknya perkawinan wanita hamil di luar nikah. Muhammadiyah sepakat bahwa mengawini wanita hamil di luar nikah diperbolehkan jika wanita tersebut menikah dengan orang yang menghamilinya, dan orang yang tidak menghamilinya tidak boleh menikahi wanita tersebut. Pendapat hampir sama namun mememiliki perbedaan dalam pengambilan hukumnya. Pada akhirnya tokoh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Desa Pesantren membolehkan pernikahan hamil menikah di luar nikah, namun dengan syarat yang berbeda. Tokoh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terus mengikuti apa yang telah disepakati dalam organisasinya. Terkait dengan perkawinan wanita hamil, para tokoh Nahdlatul Ulama cenderung lebih moderat dalam persoalan ini, dengan alasan agar tidak terjadi perzinahan untuk kedua kalinya atau biasa dikenal dengan istilah dar’ul mafāsid muqadamun ala jalbil maṣāliḥ (menolak kerusakan harus di dahulukan dari pada upaya mengambil kemaslahatan). Kedua perbedaan ini mempunyai alasannya masing-masing dan sesuai dengan kesepakatan organisasi. Namun nyatanya, kedua pihak yang berbeda pendapat tersebut tetap menggunakan nilai maqāsid as-syarī'ah dalam pengambilan keputusan. Di antara yang digunakan untuk mengatasi masalah pernikahan wanita hamil di luar nikah adalah ḥifẓu al-'aql (menjaga akal) dan ḥifẓu an-nasl (menjaga nasab).
24SK2411030.00 | SK HKI 24.030 GIN p | My Library (Lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain