TESIS HKI
Hak Pemeliharaan Anak (Hadhanah) Pasca Perceraian di Indonesia dan Sudan (Studi Perbandingan)
Setiap anak mempunyai haknya untuk hidup, tumbuh serta berkembang juga berpartisipasi sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia. Ketika perceraian menjadi pilihan ayah dan ibunya, tentu kondisi terlantar bisa saja terjadi pada anak, yang seharusnya ia tumbuh dengan mendapatkan pendampingan serta bimbingan dari keduanya secara seimbang. Terjaminnya perlindangan hak anak, sangat diperlukan kesadaran dari lingkungan anak tersebut, baik lingkungan keluarga, masyarakat ataupun sekolah. Begitu pula aturan, diperlukan untuk melindungi hak anak. Dan yang berkewajiban mengadakan aturan adalah negara.
Dalam pengaturan hadhanah pasca perceraian, Indonesia mempunyai legislasi yaitu UU No. 23 Tahun 2002, UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak juga UU pendukung lainnya untuk Kompilasi Hukum Islam yang lebih banyak menjelaskan cukup detail pada aplikasinya, meski berbasis fiqh-fiqh klasik namun masih sesuai dengan kebutuhan masyarakat muslim Indonesia. Syarat beragama islam, baligh, berakhal, mampu mendidik dan mengurus, amanah serta ibu yang belum menikah lagi. Juga rukun hadhanah yang harus ada orang tua yang mengasuh dan anak yang diasuh. Semuanya memang tidak dijelaskan di KHI kembali, namun lebih pada hak dan kewajiban Sebagaimana pada Bab I Hukum Perkawinan tentang kewajiban ayah dan ibu, kewajiban merawat anak, pemegang hak asuh anak, batas usia hadhanah, sampai siapa yang menanggung biaya hadhanah, juga gugurnya hadhanah. Dan, di Sudan pun meski berlatar belakang sosial politik berbeda dengan Indonesia, ternyata melahirkan produk hukum serta ketetapan yang lebih solutif dan konkrit. Dengan didukung UU Anak tahun 2010, yang sesuai dengan prinsip – prinsip Konstitusi Sudan 2005 dan standar ketentuan yang terkandung dalam piagam Afrika tentang hak anak dan kesejahteraannya, melahirkan beberapa Undang-undang yang menjamin perlindungan anak, baik laki-laki maupun perempuan dari segala jenis dan bentuk kekerasan, gangguan, perlakuan tidak manusiawi, penganiayaan fisik, moral atau seksual, penelantaran atau eksploitasi. Yang tercover secara solutif dalam al-Qanun al-Sudany, yang lebih terbuka dan maju namun lebih terikat melalui ketetapan pengadilan syari’ah. Dalam al-Qanun al-Sudany ini, syarat-syarat hak asuh, pemegang hak asuh, masa mengasuh, biaya mengasuh, gugurnya mengasuh, bepergian ke luar negeri bersama anak asuhnya, serta mengunjungi anak yang diasuh itu diatur sangat baik.
Dari semua pengaturan yang ada di Indonesia maupun di Sudan, masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaan sekaligus kelebihan dan kekurangannya. Di mana legislasi di Indonesia meski lebih berbasis pada fiqh-fiqh klasik imam syafii, namun tidak mengcover kembali syarat rukun karena lebih bersifat ke aplikatif. Begitu juga di Sudan, yang terlihat lebih terbuka karena meski legislasinya berbasis imam maliki yang lebih ketat namun ada point-point legislasi yang terinspirasi dari imam hanafi yang lebih terbuka dibanding di Indonesia.
23TS2351028.00 | TS P.HKI 23.028 LUK h | My Library (Lantai 3. Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain