SKRIPSI HKI
Penerapan Batas Usia Perkawinan dalam Pandangan Kiai NU dan Muhammadiyah di Kecamatan Pekalongan Selatan
Batas minimal usia perkawinan merupakan salah satu hal yang paling penting dan perlu untuk menjadi perhatian khusus dalam sebuah perkawinan. Dalam pandangan masyarakat, pengetahuan mengenai batas minimal usia perkawinan kurang menjadi perhatian. Hal tersebut karena masyarakat cenderung lebih mengutamakan kriteria baligh dan aspek kesiapan baik dari kesiapan mental maupun kesiapan finansial dari masing-masing calon mempelai. Namun perlu diperhatikan bahwa ketentuan batas usia perkawinan mempunyai maksud dan tujuan sebagai persiapan dalam menjadikan kedua mempelai menjadi lebih dewasa dalam proses perkawinan dan mewujudkan hakikat perkawinan yang indah, serta terhindar dari perceraian. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengeksplorasi pandangan Kiai NU dan Muhammadiyah di Kecamatan Pekalongan Selatan tentang penerapan batas usia perkawinan dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan mengetahui implikasi pandangan tersebut terhadap masyarakat sekitar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan menggunakan jenis penelitian hukum empiris (kualitatif), serta menggunakan sumber data primer dan sekunder dengan disertai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Serta menggunakan teknik analisis reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan Kiai NU dan Muhammadiyah berpendapat sama. Pembaharuan usia perkawinan dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak bertentangan dengan hukum Islam yang membahas terkait batas usia perkawinan, serta dalam perubahan ketentuan tersebut merupakan sebuah tujuan hukum atau syari’ah dalam mewujudkan kebahagian dan kesejahteraan yang hakiki bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat, yang berarti bahwa kemaslahatan umat bersama ialah yang menjadi tujuan utama dari adanya peraturan tersebut. Penerapan batas usia perkawinan pastinya mempunyai implikasi terhadap masyarakat sebagai konsekuensi adanya perubahan peraturan. Kiai NU dan Muhammadiyah berpendapat bahwa dengan adanya perubahan ketentuan batas minimal usia perkawinan akan menjadikan seseorang menjadi lebih dewasa dalam artian kondisi biologis dan psikologis dari seseorang sudah siap dan matang dalam melangsungkan perkawinan sehingga diharapkan mampu membuat seseorang menjadi siap dalam melangsungkan perkawinan dan memulai kehidupan bersama pasangannya.
Kata Kunci: Batas Usia Perkawinan, Implikasi, Penerapan Ketentuan, Kiai NU dan Muhammadiyah
22SK2211080.00 | SK HKI 22.080 KHI p | My Library (Lantai.3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain