e-BOOK
Sastrawan Santri: Etnografi Sastra Pesantren
Latar belakang yang menjadi sumber inspirasi dan fondasi
penelitian tesis ini adalah munculnya para sastrawan dari
Pulau Madura yang masif dan produktif dalam publikasi dan
pemberitaan media massa dengan latar belakang santri pondok
pesantren. Tentu saja ini sebuah fenomena menarik apalagi
selama ini publik menganggap pondok pesantren bukan sebagai
“pondok sastra”, melainkan pondok atau tempat mempelajari
ilmu-ilmu keislaman.
Padahal sastra sebetulnya menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari ilmu keislaman itu. Al-Qur’an sendiri “sangat
sastrawi”. Begitu pula Hadis. Bangsa Arab, baik yang Muslim
maupun non-Muslim, adalah bangsa yang “sangat nyastra”
dan suka berdendang atau berpantun, dan karena itulah sya’ir
berkembang biak di kalangan masyarakat Arab Timur Tengah.
Banyak karya-karya para ulama klasik yang berbau sastra.
Banyak teks-teks keislaman yang ditulis dengan gaya sastra.
Tetapi, menariknya, tidak banyak para kiai atau santri
pondok pesantren yang menjadi sastrawan. Meskipun mereka,
khususnya di pesantren-pesantren yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama (NU), mempelajari kitab-kitab klasik keislaman produk
Timur Tengah dengan gaya penulisan sastra. Tentu saja
munculnya segelintir sastrawan dan penyair beken Tanah Air
yang berlatar santri pondok pesantren seperti Gus Mus (KH A.
Mustafa Bisri), D. Zawawi Imron, Ahmad Tohari, Emha Ainun
Najid, atau Acep Zamzam Noor adalah sebuah pengecualian.
Meskipun begitu, tetap saja sastrawan produk pondok
pesantren masih minim sekali. Apalagi perkembangan mutakhir
malah muncul berbagai “pesantren Salafi” yang mengharamkan
dan mengsyirikkan dunia sastra. Oleh karena itu tidak heran jika
dunia sastra Indonesia selama ini dikuasai atau didominasi oleh
kalangan sastrawan sekuler non-santri, yaitu sastrawan yang
tidak pernah tinggal dan mengenyam pendidikan di pondok
pesantren.
Riset tesis ini mengambil lokasi Pondok Pesantren
Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, sebuah pesantren yang
dikenal sebagai “markas” para sastrawan di Pulau Madura
sekaligus menjadi “titik tolak” dan “sudut pandang” munculnya
para sastrawan santri mutakhir di Indonesia.
085 | 800 | Website | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain