e-BOOK
Agama & Budaya Nusantara Pasca Islamisasi
Tema besar dalam buku ini menggambarkan perjumpaan antara agama dunia (world religion) dengan agama local (local religion). Dalam setiap pertemuan dua atau lebih kebudayaan, maka ada banyak pilihan; asimilasi, akulturasi, atau amalgamasi. Asimilasi berarti hilangnya salah satu kebudayaan untuk kemudian menggabungkan diri pada tradisi lainnya. Akulturasi menggambarkan resultan dimana ada kebudayaan
yang dominan, meski kebudayaan lain tidak sepenuhnya hilang. Tetapi ia tidak seutuhnya bisa eksis, karena ada dalam pantauan tradisi mayor. Sementara, amalgamasi mengasumsikan kalau pertemuan tersebut menghasilkan sebuah identitas baru yang sama sekali berbeda dengan seluruh partisipan kebudayaan. Kehadiran Islam tentu saja bersentuhan dengan agama dan tradisi lokal nusantara yang terlebih dahulu eksis. Tak pelak, terjadilah perjumpaan dalam pelbagai ruang. Persentuhan keduanya merupakan bagian dari proses negosiasi yang tak hanya dilakukan oleh elemen-elemen keagamaannya saja, tetapi juga kekuatan ekonomi dan politik. Kadang-kadang, motivasi
yang mewarnainya tak selalu dalam bingkai agama, tetapi juga ada pelibatan sisi non-agama.
Laiknya persentuhan antar identitas lainnya, pertemuan antara Islam dengan agama dan kebudayaan lokal juga melewati jalan yang tak sama. Islamisasi, pada satu kasus, diakhiri dengan penaklukan terhadap seluruh kebudayaan lokal. Dengan kata lain ada Islamisasi total disini. Pada kasus lain, ada proses Islamisasi, namun terjadi melalui jalur kultural. Sehingga, negosiasi tidak berujung pada penghilangan seluruh elemen tradisi lokal. Berbeda halnya dengan Islamisasi menyeluruh, penggambaran tentang model ini lebih tepat jika diilustrasikan
sebagai model Islamisasi terbatas. Hanya pada aspek tertentu saja, negosiasi itu terjadi, sementara tidak pada sisi yang lain. Dalam negosiasi itu, proses tak selalu berjalan mulus. Resistensi dan konflik kerap mewarnai hal tersebut. Dan biasanya, kelompok penganut agama lokal lebih banyak memilih untuk tidak melakukan perlawanan secara terbuka. Belum lagi jika kemudian negara turut memfasilitasi penyingkiran terhadap agama-agama lokal ini melalui pelbagai regulasi serta kebijakan lainnya.
082 | 305.6 | Website | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain